KATA PENGANTAR
Puji serta syukur marilah kita panjatkan pada Allah SWT yang telah
menciptakan manusia dan memuliakannya diatas makhluk-makhluk yang lain. Juga tidak lupa pula shalawat dan salam atas pemimpin umat islam yakni
baginda besar Muhammad SAW, beserta para sahabat dan pengikunya hingga akhir
zaman.
Alhamdulillah berkat rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan penulisan makalah yang singkat ini dengan judul “Mekanisme
Pasar Dalam Perspektif Islam”.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini ialah untuk memenuhi tugas mata
kuliah yang bersangkutan. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kami
khususnya, dan bagi kita semua selaku calon generasi pendidik masa depan
bangsa.
Kalianda, 23
Maret 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ....................................................................................
DAFTAR ISI ..................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN..............................................................................
BAB
II MEKANISME PASAR PERSPEKTIF ISLAM
A.
Pengertian Pasar dan Mekanisme Pasar................................................
B.
Pasar pada Masa Rasulullah.................................................................
C.
Pasar pada Masa Khulafaurrasyidin.....................................................
D.
Pasar dalam Pandangan Sarjana Muslim
1.
Pemikiran Ibnu Taimiah....................................................................
2.
Mekanisme Pasar menurut Ibnu Khaldun (1332-1383 M)...............
E.
Islam dan Sistem Pasar.........................................................................
F.
Prinsip-prinsip Mekanisme
Pasar Islami...............................................
G.
Rekayasa Permintaan dan Penawaran...................................................
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan...........................................................................................
B.
Daftar Pustaka......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Islam adalah
agama yang selain bersifat syumuliyah (sempurna) juga harakiyah (dinamis).
Disebut sempurna karena Islam merupakan agama penyempurna dari agama-agama
sebelumnya dan syari’atnya mengatur seluruh aspek kehidupan, baik yang bersifat
aqidah maupun muamalah. Dalam kaidah tentang muamalah, Islam mengatur segala
bentuk perilaku manusia dalam berhubungan dengan sesamanya untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya di dunia. Termasuk di dalamnya adalah kaidah Islam yang
mengatur tentang pasar dan mekanismenya.
Pasar adalah
tempat dimana antara penjual dan pembeli bertemu dan melakukan transaksi jual
beli barang dan atau jasa. Pentingnya pasar dalam Islam tidak terlepas dari
fungsi pasar sebagai wadah bagi berlangsungnya kegiatan jual beli. Jual beli
sendiri memiliki fungsi penting mengingat, jual beli merupakan salah satu
aktifitas perekonomian yang “terakreditasi” dalam Islam.
Pentingnya
pasar sebagai wadah aktifitas tempat jual beli tidak hanya dilihat dari
fungsinya secara fisik, namun aturan, norma dan yang terkait dengan masalah
pasar. Dengan fungsi di atas, pasar jadi rentan dengan sejumlah kecurangan dan
juga perbuatan ketidakadilan yang menzalimi pihak lain. Karena peran pasar
penting dan juga rentan dengan hal-hal yang dzalim, maka pasar tidak terlepas
dengan sejumlah aturan syariat, yang antara lain terkait dengan pembentukan
harga dan terjadinya transaksi di pasar. Dalam istilah lain dapat disebut
sebagai mekanisme pasar menurut Islam dan intervensi pemerintah dalam
pengendalian harga.
Melihat
pentingnya pasar dalam Islam bahkan menjadi kegiatan yang terakreditasi serta
berbagai problem yang terjadi seputar berjalannya mekanisme pasar dan
pengendalian harga, maka pembahasan tentang tema ini menjadi sangat menarik dan
urgen.
BAB II
MEKANISME
PASAR PERSPEKTIF ISLAM
A.
Pengertian Pasar dan Mekanisme Pasar
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (1988: 651) disebutkan bahwa pasar adalah tempat orang
berjual beli. Sedangkan menurut istilah, Pasar adalah sebuah mekanisme
pertukaran barang dan jasa yang alamiah dan telah berlangsung sejak peradaban
awal manusia. Sedangkan menurut pendapat lain dalam kajian ekonomi, pasar
adalah suatu tempat atau proses interaksi antara permintaan (pembeli) dan
penawaran (penjual) dari suatu barang/jasa tertentu, sehingga akhirnya dapat
menetapkan harga keseimbangan (harga pasar) dan jumlah yang diperdagangkan.
Jadi setiap proses yang mempertemukan antara penjual dan pembeli, maka akan
membentuk harga yang akan disepakati oleh keduanya.
Menurut
penjelasan lain Pasar adalah suatu tempat di mana pembeli dan penjual
bertemu untuk membeli atau menjual barang dan jasa atau faktor- faktor
produksi. Di dalam bahasa sehari-hari pasar pada umumnya diartikan sebagai
suatu lokasi dalam artian geografis. Tetapi dalam pengertian teori ilmu ekonomi
mikro cakupannya adalah lebih luas lagi. Dalam teori ekonomi mikro pasar
meliputi juga pertemuan antara pembeli dan penjual di mana antara keduanya
tidak saling melihat satu sama lain (misalnya antara importer karet yang
bertempat tinggal di Amerika dan importer karet di Indonesia) yang melakukan
transaksi jual beli melalui telex (Ari Sudarman, 1980: 6).
Dari
beberapa pengertian tersebut, maka pasar dapat diartikan sebagai suatu tempat
terjadinya mekanisme pertukaran barang atau jasa oleh penjual dan pembeli untuk
menetapkan harga keseimbangan serta jumlah yang diperdagangkan.
Mekanisme
pasar adalah terjadinya interaksi antara permintaan dan penawaran yang akan
menentukan tingkat harga tertentu. Adanya interaksi tersebut akan mengakibatkan
terjadinya proses transfer barang dan jasa yang dimilki oleh setiap objek
ekonomi (konsumen, produsen, pemerintah). Dengan kata lain, adanya transaksi
pertukaran yang kemudian disebut sebagai perdagangan adalah satu syarat utama
dari berjalannya mekanisme pasar.
Islam
menempatkan pasar pada kedudukan yang penting dalam perekonomian. Praktik
ekonomi pada masa rasulullah dan khulafaurrasyidin menunjukkan adanya peranan
pasar yang besar. Rasullah sangat menghargai harga yang dibentuk oleh pasar
sebagai harga yang adil. Beliau menolak adanya price intervention seandainya
perubahan harga terjadi karena mekanisme pasar yang wajar. Namun, pasar disini
mengahruskan adanya moralitas (fair play), kejujuran (honesty),
keterbukaan (transparancy) dan keadilan (justice). Jika
nilai-nilai ini ditegakkan, maka tidak ada alasan untuk menolak harga pasar.
B. Pasar Pada
Masa Rasulullah
Pasar
memegang peranan penting dalam perekonomian masyarakat Muslim pada masa
Rasulullah, saw. dan Khulafaurrasyidin. Bahkan Muhammad saw. sendiri pada
awalnya adalah seorang pebisnis, demikian pula Khulafaurrasyidin dan kebanyakan
sahabat lainnya. Pada usia 7 tahun, Muhammad diajak oleh pamannya Abu Thalib
berdagang ke negeri Syam. Kemudian sejalan dengan usianya yang semakin dewasa,
Muhammad semakin giat berdagang, baik dengan modal sendiri ataupun bermitra
dengan orang lain. Dan salah satu mitra bisnisnya ialah Khadijah yang akhirnya
menjadi istri beliau.
Muhammad
adalah seorang pedagang profesional dan selau menjunjung tinggi kejujuran,
sehingga ia diberi julukan al-Amin (yang terpercaya). Setelah
menjadi Rasul, Muhammad tidak lagi menjadi pebisnis secara aktif, karena
situasi dan kondisi perkembangan islam di Mekah yang tidak memungkinkan.
Sehingga perjuangan dakwah menjadi prioritas beliau. Ketika beliau dan kaum
muhajirin berhijrah ke Madinah, peran Rasulullah bergeser menjadi pengawas
pasar atau al-Muhtasib. Beliau mengawasi jalannya mekanisme
pasar di Madinah dan sekitarnya agar tetap berlangsung secara islami.
Pada saat
itu mekanisme pasar sangat dihargai, beliau menolak untuk menetapkan harga
manakala tingkat harga di Madinah pada saat itu tiba-tiba naik. Sepanjang
kegiatan permintaan dan penawaran yang murni, yang tidak dibarengi dengan
dorongan-dorongan monopolistik, maka tidak ada alasan untuk tidak menghargai
pasar. Konsep Islam menegaskan bahwa pasar harus berdiri di atas prinsip
persaingan bebas(perfect competition). Namun demikian bukan berarti
kebebasan tersebut berlaku mutlak, akan tetapi kebebasan yang dibungkus oleh
frame syari’ah. Dalam Islam, Transaksi terjadi secara sukarela (antaradim
minkum/mutual goodwill), Sebagaimana disebutkan dalam Qur’an surat An Nisa’
ayat 29, yang artinya :
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& cqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 wur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJÏmu ÇËÒÈ
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu, Sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
Didukung pula oleh hadits riwayat
Abu dawud, Turmudzi, dan Ibnu Majjah dan as Syaukani sebagai berikut:
حَدَّثَنَا
عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ
سَلَمَةَ أَخْبَرَنَا ثَابِتٌ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ وَقَتَادَةُ وَحُمَيْدٌ
عَنْ أَنَسٍ قَالَ النَّاسُ يَا رَسُولَ اللَّهِ غَلَا السِّعْرُ فَسَعِّرْ لَنَا
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ هُوَ
الْمُسَعِّرُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الرَّازِقُ وَإِنِّي لَأَرْجُو أَنْ أَلْقَى
اللَّهَ وَلَيْسَ أَحَدٌ مِنْكُمْ يُطَالِبُنِي بِمَظْلَمَةٍ فِي دَمٍ وَلَا مَال
“Wahai Rasulullah tentukanlah
harga untuk kita!”. Beliau menjawab, “Allah itu sesungguhnya
adalah penentu harga, penahan, pencurah serta pemberi rizki. Aku menharapkan
dapat menemui Tuhanku di mana salah seorang dari kalian tidak menuntutku karena
kezhaliman dalam hal darah dan harta.” (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi,
Ibnu Majah, dan asy-Syaukani).
Dalam hadits
di atas jelas dinyatakan bahwa pasar merupakan hukum alam (sunatullah)
yang harus dijunjung tinggi. Tak seorang pun secara individual dapat
mempengaruhi pasar, sebab pasar adalah kekuatan kolektif yang telah menjadi
ketentuan Allah swt. Pelanggaran terhadap harga pasar, misalnya penetapan harga
dengan cara dan karena alasan yang tidak tepat, merupakan suatu ketidakadilan (zulm/injustice)
yang akan dituntut pertanggungjawabannya dihadapan Allah. Dalam penjelasan lain
Dr. A.A Islabi mengutip dari Ahmad Nu’man, mengenai hadis tersebut dan
menyimpulkan bahwa pada waktu terjadinya kenaikan harga Rasulullah meyakini
adanya penyebab tertentu yang sifatnya darurat. Oleh sebab itu sesuatu yang
bersifat darurat akan hilang seiring dengan hilangnya penyebab dari
keadaan itu. Di lain pihak rasul juga meyakini bahwa harga akan kembali normal
dalam waktu yang tidak terlalu lama (sifat darurat). Penetapan harga menurut
rasul merupakan suatu tindakan yang menzhalimi kepentingan para pedagang,
karena para pedagang di pasar akan merasa terpaksa untuk menjual barangnya
sesuai dengan harga patokan, yang tentunya tidak sesuai dengan keridhaannya.
(Ahmad Nu’man: 1985).
Sebaliknya
dinyatakan bahwa penjual yang menjual dagangannya dengan harga pasar ialah
laksana orang yang berjuang di jalan Allah (jihad fii sabilillah),
sementara yang menetapkan sendiri termasuk sebuah perbuatan ingkar kepada
Allah. Dari Ibnu Mughirah terdapat sebuah riwayat ketika Rasulullah saw.
melihat seorang laki-laki menjual makanan dengan harga yang lebih tinggi
daripada harga pasar. Rasulullah bersabda, yang artinya :
“Orang-orang
yang datang membawa barang ke pasar laksana orang berjihad fiisabilillah,
sementara orang yang menaikkan harga (melebihi harga pasar) seperti orang yang
ingkar kepada Allah.”
Nabi
menghendaki terjadinya persaingan pasar yang adil di Madinah. Untuk itu beliau
menerapkan sejumlah aturan agar keadilan itu bisa berlangsung. Diantara aturan
itu adalah:
1.
Melarang Tallaqi Rukban, yakni menyongsong
khalifah di luar kota. Dengan demikian pedagang mendapat keuntungan dari
ketidaktahuan khalifah yang baru datang dari luar kota terhadap situasi pasar.
2.
Dilarang mengurangi timbangan, karena itu
berarti barang dijual dengan harga sama tetapi jumlah sedikit.
3.
Dilarang menyembunyikan cacat barang, karena itu
berarti penjual mendapat harga baik dari barang yang buruk.
4.
Dan sejumlah larangan lain agar terciptanya pasar yang
adil di lapangan.
Di masa
Rasulullah kepemilikan pribadi diakui (Karim, 2002). Mencari nafkah bebas dilaukakan
setiap warga negara bahkan wajib, asalkan tidak dilakukan dengan cara-cara yang
melanggar syariah dan moral islam. Kewajiban mencari nafkah itu tidak dibatasi
dalam produk barang ataupun jasa yang dihasilkan. Islam juga sangat tidak
menyukai perbuatan menimbun kekayaan atau mengambil keuntungan atas kesulitan
orang lain. Dalam kerangka mekanisme pasar bebas ini islam sejak masa
Rasulullah sudah melarang segala bentuk penimbunan bahan pokok atau komoditas
yang esensial. Perbuatan tersebut akan menimbulkan distorsi pada kebebasan itu
sendiri dan akhirnya akan menciptakan harga semu.
Dalam islam
setiap orang berhak untuk dapat memiliki secara legal suatu pendapatan,
kepemilikan, dan kemakmuran selama hidupnya, untuk membantunya dalam
melaksanakan kewajiban agamanya. Kepada mereka yang memiliki kelebihan rezeki
dari hasil kerjanya, yang sudah melampaui suatu ukuran tertentu (nisab),
maka kepadanya diwajibkan zakat.
C. Pasar Pada
Masa Khulafaurrasyidin
Kebijakan
ekonomi di masa Khulafaurrasyidin secara prinsip sesungguhnya meneruskan
kebijakan yang dilaksanakan Rasulullah. Penyempurnaan dilakukan di sana sini
sebagai bagian dari proses kemajuan dan mengantisipasi keadaan. Pada masa Abu
Bakar mislanya, tidak ada hal yang terlalu menonjol kecuali sikap Abu Bakar
yang sangat tegas terhadap satu kaum yang tidak bersedia membayar zakat.
Kebijakan Abu Bakar ini tidak ada hubungannya dengan mekanisme pasar.
Di masa Umar
bin Khattab pernah terjadi kenaikan harga gandum di pasar Madinah. Ini terjadi
karena pasokan melemah, bisa jadi karena gagal panen di sejumlah wilayah
pemasok gandum. Untuk mengembalikan harga pada keseimbangan normal, Umar
mengimpor gandum dari Mesir, dan memasoknya ke pasar. Intervensi pasokan ini
dikuti dengan aktifnya lembaga hisbah yang sudah dibentuk
ketika itu untuk mengawasi pihak-pihak yang bermain di pasar agar tidak berlaku
curang. Intervensi permintaan pun dilakukan dengan menanamkan sikap sederhana
dan menjauhkan sikap boros dalam berbelanja (Karim, 2001). Umar bisa melakukan
langkah antisipasi yang cepat dan tepat karena ia selalu berusaha mendapatkan
informasi harga, termasuk harga barang-barang yang sulit dijangkau.
Utsman bin
Affan dikenal sebagai seorang yang jujur dan saleh dan lemah lembut, meskipun
saat menjabat ia telah berusia tua. Pada awalnya ia mengikuti kebijakan Umar,
namun lambat laun ketika menghadapi sejumlah hadangan, ia mulai menyimpang dari
garis kebijakan Umar. Penyimpangan itu membawa pengaruh yang kurang baik
pada dirinya sendiri dan islam pada umumnya. Berbeda dengan Umar yang gigih
memperoleh harga pasar, Ustman memantau situasi pasar melalui diskusi dengan
sejumlah sahabat di masjid. Pada masa Ali bin Abi Thalib tidak ada kisah khusus
yang terkait dengan mekanisme pasar. Tampaknya ia melanjutkan kebijakan yang telah
ditempuh pendahulunya.
D.
Pasar dalam Pandangan Sarjana Muslim
1.
Pemikiran Ibnu Taimiah
Pemikiran
Ibnu Taimiah mengenai mekanisme pasar banyak dicurahkan melalui bukunya yang
sangat terkenal, yaitu Al-Hisbah fi’l Al-Islam dan Majmu’
Fatwa. Pandangan Ibnu Taimiah mengenai hal ini sebenarnya terfokus
pada masalah pergerakan harga yang terjadi pada waktu itu, tetapi ia letakkan
dalam kerangka mekanisme pasar. Secara umum beliau telah menunjukkan the
beauty of market (keindahan mekanisme pasar sebagai mekanisme
ekonomi).
Dalam
Al-Hisbahnya ia mengatakan, “Naik dan turunnya harga tidak selalu
disebabkan oleh adanya ketidakadilan (Zulm/injustice) dari beberapa bagian
pelaku transaksi. Terkadang penyebabnya adalah defisiensi dalam produksi atau
penurunan terhadap harga yang diminta, atau tekanan pasar. Oleh karena itu,
jika permintaan terhadap barang-barang tersebut menaik sementara
ketersediaanya/penawarannya menurun, maka harganya akan naik. Sebaliknya, jika
ketersediaan barang-barang menaik dan permintaan terhadapnya menurun, maka
harga barang tersebut akan turun juga. Kelangkaan (scarcity) dan keberlimpahan
(abudance) barang mungkin bukan disebabkan oleh tindakan sebagian orang
kadang-kadang disebabkan karena tindakan yang tidak adil atau juga bukan. Hal
ini adalah kehendak Allah yang telah menciptakan keinginan dalam hati manusia.”
Dalam kitab Fatawa-nya
Ibnu Taimiah juga menjelaskan secara lebih rinci tentang beberapa faktor yang
mempengaruhi permintaan dan kemudian tingkat harga. Beberapa faktor ini yaitu :
a. Keinginan
orang (al-raghabah) terhadap barang barang sering kali berbeda-beda.
Perbedaan ini dipengaruhi oleh berlimpah atau langkanya barang yang diminta (al-matlub).
Suatu barang akan lebih disukai ketika langka daripada jumlah yang berlebihan
b. Jumlah
orang yang meminta (demender/tullab) juga mempengaruhi harga. Jika
jumlah orang yang meminta suatu barang besar, maka harga akan relatif lebih
tinggi dibandingkan dengan yang meminta jumlahnya sedikit.
c. Kuat
atau lemahnya kebutuhan terhadap barang itu, selain juga besar atau kecilnya
permintaan juga akan mempengaruhi harga. Jika kebutuhan terhadap suatu barang
kuat dan berjumlah besar, maka harga akan naik lebih tinggi dibandingkan dengan
kebutuhan yang lebih sedikit.
d. Kualitas
pembeli barang tersebut (al-mu’waid), juga akan memvariasikan suatu harga. Jika
pembeli merupakan orang kaya lagi terpercaya dalam membayar kewajibannya, maka
kemungkinan ia akan memperoleh tingkat harga yang lebih dibandingkan orang yang
suka menunda kewajiban (kredibel).
e. Jenis
(uang) pembayaran yang digunakan dalam transaksi jual beli juga akan
mempengaruhi harga. Jika uang yang digunakan adalah uang yang diterima luas (naqd
ra’ij), maka kemungkinan harga akan lebih rendah dibandingkan dengan
menggunakan uang yang kurang diterima luas. Misalnya dinar ddan dirham, saat
merupakan alat pembayaran yang lazim di Damaskus.
f. Hal
di atas dapat terjadi karena tujuan dari suatu transaksi harus menguntungkan
penjual dan pembeli. Jika pembeli mempunyai kemampuan untuk membayar dan
dapat memenuhi semua janjinya, maka transaksi akan lebih mudah/lancar
dibandingkan dengan pembeli yang tidak memiliki kemampuan membayar dan
mengingkari janjinya. Tingkat harga barang yang lebih nyata (secara fisik) akan
lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak nyata. Seperti harga bagi pembeli
kontan akan lebih murah dari pada yang membeli kredit.
g. Kasus
yang sama dapat diterapkan pada orang yang menyewakan suatu barang. Kemungkinan
ia berada pada posisi sedemikian rupa sehingga penyewa dapat memperoleh manfaat
tanpa (tambahan) biaya apa pun. Namun, kadang-kadang penyewa dapat memperoleh
manfaat ini jika tanpa tambahan biaya, misalnya seperti yang terjadi di
desa-desa yang dikuasai penindas atau oleh perampok, atau di suatu tempat yang
diganggu oleh binatang-binatang pemangsa. Sebenarnya harga sewa tanah seperti
itu tidaklah sama dengan harga tanah yang tidak membutuhkan biaya-biaya
tambahan ini.
Ibnu Taimiah
mengatakan, “Jika masyarakat melakukan transaksi jual-beli dalam konidisi
normal tanpa ada bentuk distorsi atau penganiayaan apapun dan terjadi perubahan
harga karena sedikitnya penawaran atau banyaknya permintaan, maka ini merupakan
kehendak Allah swt. (Atiyah As-Sayyid Fayyadh: 1997). Dengan demikian
pemerintah tidak memiliki wewenag untuk melakukan intervensi terhadap harga
pasar dalam kondisi normal.
Harus
diyakini nilai konsep islam tidak memberikan ruang intervensi dari pihak mana
pun untuk menentukan harga, kecuali dan hanya kecuali adanya kondisi darurat
yang kemudian menuntut pihak-pihak tertentu untuk ambil bagian menetapkan
harga.
Pengertian
darurat di sini adalah pada dasarnya peranan pemerintah ditekan seminimal
mungkin. Namun intervensi pemerintah sebagai pelaku pasar dapat dibenarkan
hanyalah jika pasar tidak dalam keadaan sempurna, dalam arti ada
kondisi-kondisi yang menghalangi kompetisi yang fair terjadi (market
failure). Sejumlah contoh klasik dari kodisi market failure antara
lain: barang publik, eksternalitas (termasuk pencemaran dan kerusakan
lingkungan), informasi yang tidak simetris, biaya transaksi, dan kepastian
institusional serta masalah dalam distribusi. Atau dalam bahasa lain yang lebih
sederhana, intervensi pemerintah adalah untuk menjamin fairness dan
‘keadilan’, bagaimanapun dua hal itu didefinisikan.
Lebih jauh
lagi Ibnu Taimiah membatasi keabsahan pemerintah dalam menetapkan kebijakan
intervensi pada empat situasi dan kondisi berikut:
1.
Kebutuhan masyarakat atau hajat orang banyak akan
sebuah komoditas (barang maupun jasa); para fuqaha sepakat bahwa sesuatu yang
menjadi hajat orang banyak tidak dapat diperjualbelikan kecuali dengan harga
yang sesuai. Sebagai contoh, jika seseorang membutuhkan makanan yang menjadi
milik orang lain, maka orang tersebut dapat membeli ddengan harga yang
‘sesuai’, tidak dibenarkan si pemilik makanan menentukan harga harga yang
tinggi secara sepihak.
2.
Terjadi kasus monopoli (penimbunan); para fukaha
sepakat untuk memberlakukan hak hajar(ketetapan yang membatasi hak
guna dan hak pakai atau kepemilikan barang) oleh pemerintah. Hal ini untuk
mengantisipasi adanya tindakan negatif (berbahaya) yang dapat dilakukan oleh
pihak-pihak yang melakukan kegiatan monopolistik ataupun penimbunan
barang.
3.
Terjadinya keadaan al-Hasr (pemboikotan),
di mana distribusi barang hanya terkonsentrasi pada satu penjual atau pihak
tertentu. Penetapan harga di sini untuk menghindari penjualan barang tersebut
dengan harga yang ditetapkan sepihak dan semena-mena oleh pihak penjual tersebut.
4.
Terjadinya koalisi dan kolusi antar para penjual; di
mana sejumlah pedagang sepakat untuk melakukan transaksi di antara mereka
sendiri, dengan harga penjualan yang tentunya di bawah harga pasar. Ketetapan
intervensi di sini untuk menghindari kemungkinan terjadi fluktuasi harga barang
yang ekstrem dan dramatis.
2. Mekanisme
Pasar Menurut Ibnu Khaldun (1332-1383 M)
Pemikiran
Ibnu Khaldun tentang pasar termuat dalam buku monumental, Al-Muqaddimah,
terutama dalam bab harga-harga di kota-kota.” (Price in Town). Ia membagi
barang-barang menjadi dua katagori, yaitu barang pokok dan barang mewah.
Menurutnya jika suatu kota berkembang dan jumlah penduduknya semakin banyak,
maka harga barang-barang pokok akan semakin menurun sementara harga barang
mewah akan naik. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penawaran barang pangan
dan barang pokok lainnya sebab barang ini sangat penting dan dibutuhkan oleh
setiap orang, sehingga pengadaannya akan diprioritaskan. Sementara itu, harga
barang mewah akan naik sejalan dengan meningkatnya gaya hidup yang
mengakibatkan peningkatan permintaan barang mewah ini. Di sini, Ibnu Khaldun
sebenarnya menjelaskan pengaruh permintaan dan penawaran terhadap tingkat
harga. Secara lebih rinci ia menjelaskan pengaruh persaingan antara para
konsumen dan meningkatnya biaya-biaya akibat perpajakan dan pungutan-pungutan
lain terhadap tingkat harga.
Dalam buku
tersebut, Ibnu Khaldun juga mendeskripsikan pengaruh kenaikan dan penurunan
penawaran terhadap tingkat harga. Ia menyatakan, “Ketika barang-barang
yang tersedia sedikit, maka harga-harga akan naik. Namun, bila jarak antar kota
dekat dan aman untuk melakukan perjalanan, maka akan banyak barang yang diimpor
sehingga ketersediaan barang-barang akan melimpah dan harga-harga akan turun.”
Pengaruh
tinggi rendahnya tingkat keuntungan terhadap perilaku pasar, khususnya
produsen, juga mendapat perhatian dari Ibnu Khaldun. Menurutnya tingkat
keuntungan yang wajar akan mendorong tumbuhnya perdagangan, sementara tingkat
keuntungan yang terlalu rendah akan membuat lesu perdagangan. Para pedagang dan
produsen lainnya akan kehilangan motivasi bertransaksi. Sebaliknya jika tingkat
keuntungan terlalu tinggi perdagangan juga akan melemah sebab akan menurunkan
tingkat permintaan konsumen.
Ibnu Khladun
sangat menghargai harga yang terjadi dalam pasar bebas, namun ia tidak
mengajukan saran-saran kebijakan pemerintah untuk mengelola harga. Ia lebih memfokuskan kepada faktor-faktor yang
mempengaruhi harga.
E. Islam Dan
Sistem Pasar
Dewasa ini,
secara umum dapat disampaikan bahwa kemunculan pesan moral Islam dan pencerahan
teori pasar, dapat dikaitkan sebagai bagian dari reaksi penolakan atas sistem
sosialisme dan sekularisme. Meskipun tidak secara keseluruhan dari kedua sistem
itu bertentangan dengan Islam. Namun Islam hendak menempatkan segala sesuatu
sesuai pada porsinya, tidak ada yang dirugikan, dan dapat mencerminkan sebagai
bagian dari the holistic live kehidupan duniawi dan ukhrowi
manusia.
Oleh sebab
itu, sangat utama bagi umat Islam untuk secara kumulatif mencurahkan semua
dukungannya kepada ide keberdayaan, kemajuan dan kecerahan peradaban bisnis dan
perdagangan. Islam secara ketat memacu umatnya untuk bergiat dalam aktivitas
keuangan dan usaha-usaha yang dapat meningkatkan kesejahteraan social.
Berdagang
adalah aktivitas yang paling umum dilakukan di pasar. Untuk itu teks-teks Al
Qur’an selain memberikan stimulasi imperative untuk berdagang, di lain pihak
juga mencerahkan aktivitas tersebut dengan sejumlah rambu atau aturan main yang
bisa diterapkan di pasar dalam upaya menegakkan kepentingan semua pihak, baik
individu maupun kelompok.
Konsep Islam
menegaskan bahwa pasar harus berdiri di atas prinsip persaingan bebas (perfect
competition). Namun demikian bukan berarti kebebasan tersebut berlaku mutlak,
akan tetapi kebebasan yang dibungkus oleh frame syari’ah. Dalam Islam,
Transaksi terjadi secara sukarela (antaradim minkum/mutual goodwill,
Sebagaimana disebutkan dalam Qur’an surat An Nisa’ ayat 29.
Didukung
pula oleh hadits riwayat Abu dawud, Turmudzi, dan Ibnu Majjah dan as Syaukani
sebagai berikut:
حَدَّثَنَا
عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ
سَلَمَةَ أَخْبَرَنَا ثَابِتٌ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ وَقَتَادَةُ وَحُمَيْدٌ
عَنْ أَنَسٍ قَالَ النَّاسُ يَا رَسُولَ اللَّهِ غَلَا السِّعْرُ فَسَعِّرْ لَنَا
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ هُوَ
الْمُسَعِّرُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الرَّازِقُ وَإِنِّي لَأَرْجُو أَنْ أَلْقَى
اللَّهَ وَلَيْسَ أَحَدٌ مِنْكُمْ يُطَالِبُنِي بِمَظْلَمَةٍ فِي دَمٍ وَلَا مَالٍ
”Orang-orang
berkata: “Wahai Rasulullah, harga mulai mahal. Patoklah harga untuk kami!”
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah-lah yang mematok harga, yang
menyempitkan dan yang melapangkan rizki, dan aku sungguh berharap untuk bertemu
Allah dalam kondisi tidak seorangpun dari kalian yang menuntut kepadaku dengan
suatu kezhaliman-pun dalam darah dan harta”. (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi,
Ibnu Majah, dan asy-Syaukani).
Selanjutnya
pasar yang adil akan melahirkan harga yang wajar dan juga tingkat laba yang
tidak berlebihan, sehingga tidak termasuk riba yang diharamkan oleh Allah SWT.
sebagaimana ayat berikut;
úïÏ%©!$# tbqè=à2ù't (#4qt/Ìh9$# w tbqãBqà)t wÎ) $yJx. ãPqà)t Ï%©!$# çmäܬ6ytFt ß`»sÜø¤±9$# z`ÏB Äb§yJø9$# 4 y7Ï9ºs öNßg¯Rr'Î/ (#þqä9$s% $yJ¯RÎ) ßìøt7ø9$# ã@÷WÏB (#4qt/Ìh9$# 3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4 `yJsù ¼çnuä!%y` ×psàÏãöqtB `ÏiB ¾ÏmÎn/§ 4ygtFR$$sù ¼ã&s#sù $tB y#n=y ÿ¼çnãøBr&ur n<Î) «!$# ( ïÆtBur y$tã y7Í´¯»s9'ré'sù Ü=»ysô¹r& Í$¨Z9$# ( öNèd $pkÏù crà$Î#»yz
Artinya :
“Orang-orang
yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka
yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya
jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang
Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS Al Baqarah: 275)
Dalam pada
itu, transaksi yang dilakukan secara benar dan tidak masuk dalam riba dalam
mencari keutamaan Allah bahkan mendapat dukungan yang kuat dalam agama.
Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù 9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( wur [Ys? y7t7ÅÁtR ÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJ2 z`|¡ômr& ª!$# øs9Î) ( wur Æ÷ö7s? y$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# w =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ
“Dan carilah apa yang telah dianugerahkan
Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bagianmu dari (kenikmatan) dunia dan berbuat baiklah … (QS. Al Qashash: 77)
F. Prinsip-prinsip
Mekanisme Pasar Islami
Konsep mekanisme pasar dalam Islam
dibangun atas prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.
Ar-Ridha, yakni segala transaksi yang
dilakukan haruslah atas dasar kerelaan antara masing-masing pihak (freedom
contract).
2.
Berdasarkan persaingan sehat (fair competition).
Mekanisme pasar akan terhambat bekerja jika terjadi penimbunan (ihtikar) atau
monopoli. Monopoli dapat diartikan, setiap barang yang penahanannya akan
membahayakan konsumen atau orang banyak.
3.
Kejujuran (honesty), kejujuran merupakan pilar
yang sangat penting dalam Islam, sebab kejujuran adalah nama lain dari
kebenaran itu sendiri. Islam melarang tegas melakukan kebohongan dan penipuan
dalam bentuk apapun. Sebab, nilai kebenaran ini akan berdampak langsung kepada
para pihak yang melakukan transaksi dalam perdagangan dan masyarakat secara
luas.
4.
Keterbukaan (transparancy) serta keadilan (justice). Pelaksanaan
prinsip ini adalah transaksi yang dilakukan dituntut untuk berlaku benar dalam
pengungkapan kehendak dan keadaan yang sesungguhnya.
G. Rekayasa
Permintaan dan Rekayasa Penawaran
1.
Bai’ Najasyi
Bai’ najasyi adalah
menciptakan permintaan palsu atau merekayasa permintaan dengan tujuan untuk
menaikkan atau menurunkan harga dari harga yang sedang berlaku di pasar.
Contoh bai’ najasyi adalah ada pihak tertentu yang merupakan
sekutu pihak penjual yang berpura-pura menjadi calon pembeli. Ia kemudian
menawar harga lebih rendah dari yang ditawarkan oleh penjual akan tetapi sebenarnya
harga yang diajukannya masih lebih tinggi dari harga yang berlaku di pasar.
2.
Ihtikar
Mengenai ihtikar,
Rasulullah SAW pernah bersabda : “Tidaklah orang yang melakukan ihtikar
itu kecuali ia berdosa” (Bersumber dari Said bin al-Musyyab dari
Ma’mar bin Abdullah al-Adawi). Ihtikar ini sering kali
diterjemahkan sebagai monopoli dan atau penimbunan. Padahal ihtikar tidak
identik dengan monopoli dan atau penimbunan. Dalam Islam siapapun boleh
berbisnis tanpa peduli apakah dia satu-satunya penjual (monopoli) atau ada
penjual lain.menyimpan stok barang untuk persediaan pun tidak dilarang dalam
Islam. Jadi monopoli sah-sah saja.demikian pula menyimpan persediaan. Monopoli
dan menyimpan stok yang dilarang dalam Islam adalah yang dilakukan dengan
maksud untuk mengambil keuntungan diatas keuntungan normal yang dengannya
merusak mekanisme pasar. Istilah ekonominya ihtikar adalah monopoly’s
rent-seeking.
3.
Talaqqi Rukban
Tindakan
yang dilakukan oleh pedagang kota (atau pihak yang memiliki informasi yang
lebih lengkap) membeli barang petani (atau produsen yang tidak memiliki
informasi yang benar tentang harga di pasar) yang masih diluar kota, untuk
mendapatkan harga yang lebih murah dari harga pasar yang sesungguhnya.
Rasulullah melarang ini dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Bukhari dan
Muslim, hal ini dalam fiqih disebut tallaqi rukban.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
pasar adalah
suatu tempat atau proses interaksi antara permintaan (pembeli) dan penawaran
(penjual) dari suatu barang/jasa tertentu, sehingga akhirnya dapat menetapkan
harga keseimbangan (harga pasar) dan jumlah yang diperdagangkan. Jadi setiap
proses yang mempertemukan antara penjual dan pembeli, maka akan membentuk harga
yang akan disepakati oleh keduanya.
Mekanisme
pasar adalah terjadinya interaksi antara permintaan dan penawaran yang akan
menentukan tingkat harga tertentu. Adanya interaksi tersebut akan mengakibatkan
terjadinya proses transfer barang dan jasa yang dimilki oleh setiap objek
ekonomi (konsumen, produsen, pemerintah). Dengan kata lain, adanya transaksi
pertukaran yang kemudian disebut sebagai perdagangan adalah satu syarat utama
dari berjalannya mekanisme pasar.
B.
Daftar Pustaka
Islabi A. A,
Dr. 1997.Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah.
Surabaya: PT Bina Ilmu Offset.
http://farisah-amanda.blogspot.com/2010/03/distorsi-pasar-dalam-perspektif-islam.html,
diunggah tgl. 20-03-2013 Pkl. 20.33
http://pemikiran-ibnu-taimiyyah-tentang-mekanisme-pasar-dalam-ekonomi-islam/, diunggah
tgl. 20-03-2013 Pkl. 20.40